Add caption |
Bismillaahirrohmaanirrohiimi...
Laa tahzan...
Innallaaha Ma'ana...
(Q.S. At Taubah: 40)
Janganlah bersedih wahai manusia. Pertolongan Allah itu akan datang dari arah yang tiada dapat kita duga. Tiada pula ia dapat kita perhitungkan waktunya. Tapi yakinlah bahwa pertolongan itu sangat dekat dengan kita.
Permasalahan yang ingin diungkap adalah tentang komunikasi. Lagi-lagi komunikasi. Kalau ada teman dari Jurusan Komunikasi pasti menyela nih kayaknya. Tapi, apa hendak dikata? Memang begitulah adanya.
Kita manusia adalah makhluk individual yang sangat memetingkan diri sendiri, tapi kita juga tidak lupa bahwa kita adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. So, dalam kehidupan sehari-hari, acap kali kita berinteraksi dengan banyak orang dan bercakap-cakap dengan bahasa kita yang dapat membuat kita saling mengerti satu sama lain.
Saudaraku...
Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang membuat kita bisa saling mengerti ketika bercakap-cakap. Ada beragam bahasa yang dapat kita gunakan, bahkan sering kita gunakan. Apalagi negeri kita yang kaya ini. Salah satu kekayaan negeri kita adalah kaya akan budaya dan bahasa. Ada begitu banyak etnis yang diakui dan hidup berdampingan, bahkan berbeda dalam hal keyakinan. Pun dalam bahasa, ada begitu banyak bahasa yang berasal dari daerah-daerah yang ada di bumi pertiwi ini. Mulai dari Tanah Rencong sampai ke Bumi Ruwa Jurai, mulai dari Kulon sampai ke Madura, mulai dari Balik Papan sampai ke Banjarmasin, bahkan sampai ke ujung Papua sana. Kata yang telah akrab di telingan kita adalah dari Sabang sampai Merauke. Itulah Indonesia.
Bahasa tidak lantas menjadi pemecah belah persatuan, tapi justru menjadi pemersatu. Semboyan bangsa kita yang dari dulu kita kenal "Bhineka Tunggal Eka" yang maksudnya adalah "Walaupun berbeda-beda, tetapi tetap satu jua". Kita dipersatukan dengan satu bahasa yang didengungkan dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, yaitu Bahasa Indonesia.
Begitu mudahnya kita bercakap-cakap ketika Bahasa Indonesia ini menjadi bahasa pergaulan kita sehari-hari. Bisa dibayangkan jika kita tidak mengetahuinya, bagaimana mungkin orang Lampung bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang Aceh, Medan, Sunda, Jawa, Bali, Makasar, Ternate dan Papua, serta yang lainnya. Terhambat, sangat terhambat pastinya. Anugerah Allah semua ini duhai saudaraku.
Everything you are, (ah... takut salah saya berbahasa...)
Apapun itu maksud saya adalah komunikasi sangatlah penting bagi kita semua.
Saudaraku...
Berbagai macam bahasa telah menjadi jembatan komunikasi kita. Pun Bahasa Indonesia jua telah mempersatukan kita. Tapi ternyata ada bahasa lain yang tak kalah berperan dalam interaksi kita sehari-hari. Apa itu? Bahasa jiwa... Ya... Bahasa jiwa...
Kita bisa mengatakan saling mengerti dan memahami. Tapi, ternyata terkadang kita membohongi diri kita sendiri. Ya, walau pada satu kesempatan memang kita harus membohongi diri kita sendiri, tapi janganlah bahasa kita menjadi racun bagi orang lain.
Konkrit... Nampak sekali dalam bahasa percakapan melalui pesan singkat atau SMS (Short Message Service) yang sering sekali kita lakukan dalam keseharian kita. Mengirimi teman dengan bahasa singkat yang menurut kita mudah, padahal belum tentu buat orang lain. Dari sinilah perkara hati sering kali jadi carut marut tiada rupa.
Jelasnya lagi, yang bernama bahasa jiwa adalah anggapan kita atau apa yang kita rasakan tentang suatu hal. Kita menilai orang begini dan begitu tanpa asas praduga tak bersalah (opo lah le... le... ra ro aku...). Ya, sering kita menilai orang dari sisi pribadi kita tanpa melihat nyata yang ada pada diri orang yang bersangkutan. Akhirnya, apa yang terjadi, ya salah faham, ya pertengkaran, ya permusuhan, ya kebencian. Ah... jadi benci dengan orang lain jadinya. Inilah sebenarnya kata yang mengawali tulisan ini. Laa tahzan. Sedih rasanya mendapati permusuhan karena bahasa. Apalagi bahasa jiwa yang tiada semua orang dapat mengertikannya.
Saudaraku...
Sahabatku...
Sungguh tiadalah maksud pasti kita untuk saling membenci. Walau terkadang bahasa kita menyakitkan, tapi semua menjadi gurauan belaka hendaknya. Karenanya, alangkah baiknya jika kita menjaga lisan kita dari pada banyak bicara yang tiada maknanya, malah bisa membuat keruh keadaan. Prasangka kita, cukuplah jadi penyakit di hati kita saja. Jangan malah membuat sakit orang lainnya. Dan alangkah lebih baik lagi, jika prasangka itu, adalah prasangka yang baik saja yang ada di hati kita.
Batasan-batasan dalam pergaulan pun jangan dilupakan. Banyak hal terkadang muncul menjadi bumerang bagi kita yang bersumber dari diri pribadi kita. Mengira orang buruk, padahal kita belum tentu baik. Mengira orang menganggap kita buruk, padahal juga belum tentu orang seperti sangkaan kita. Mengira orang lebih baik, toh kita sendiri menjadi minder karenanya. Apalagi mengira orang mau berbuat jahat, menjauhi kita, meremehkan kita, atau apalah yang lebih tepat menurut yang lain. Sadarilah... Mulut kita adalah harimau yang tertidur kelaparan. Jadi jangan coba-coba membangunkannya dengan paksaan. Cukuplah kata-kata yang baik yang menjadi bahasa kita. Diam itu adalah emas. Dan emas itu mulia. Jadi muliakanlah diri kita sendiri laksana emas yang tak akan terganti.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw telah bersabda:
"Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya" (Hadist hasan yang diriwayatkan oleh Tirmidzi).
Salah satu hal yang sia-sia di dunia adalah berkata-kata yang tidak ada manfaatnya. Banyaknya berkata-kata kadang menandakan kebodohan seseorang. Karenanya wahai saudara-saudaraku yang aku cinta karena Allah, jagalah diri kita dari api neraka. Sia-sia itu dekat kepada syaitan... Maka jauhilah... Mari kita saling mengingatkan selalu dalam kebaikan dan ketaatan.
Perkara lain, adalah bahasa pergaulan. Pergaulan kita dengan sesama terkadang juga terlampau jauh. Fenomena yang ada bahkan sampai menyukai sesama jenis. Laki-laki suka kepada laki-laki, pun perempuan suka pada jenisnya sendiri. Semua berawal dari kenyamanan. Kenyamanan karena lembut dan manisnya tutur kata yang diungkapkan lagi-lagi dengan bahasa. Nyaman rasanya dekat dengan seseorang, kemudian sampai berujung kepada uji coba hal-hal yang negatif yang akhirnya membuat kita tersesat di jalan yang benar-benar menyesatkan.
Persaudaraan dan cinta itu bukanlah terletak pada indahnya bahasa. Ust. Salim A Fillah mengatakan, "Janganlah kita kotori hati kita dengan cinta karena syahwat". Bukan berarti membunuh syahwat, tapi syahwat itu harus dijaga dan dijinakkan. "Cinta itu" katanya lagi "harus bervisi, bergairah, dengan nurani yang bersih, dan disiplin. Itulah jalan cintanya para pejuang-pejuang Allah"... Bukan cinta pada kesesatan. Apalah jadinya jika cinta pada saudara karena Islam telah membabi buta? Karena sedikit permasalahan menjadi pembuat perpecahan seolah dia telah menjadi barang milik pribadi yang harus selslu berada dalam genggaman. Na'udzubillaahi min dzalik... (Afwan jika salah menuliskan).
Akhirnya, saudaraku yang tali persaudaraannya diikatkan oleh Allah, mari kita mencinta karena Allah saja. Cinta itu milik Ar Rahmaan yang Ia berikan pada semua makhlukNya. Cinta itu milik Ar Rahiim yang Ia berikan pada umatNya. Pertanyaan terakhir, dimanakah cinta kita? Pada duniakah? Pada wanitakah? Pada hartakah? Pada manusiakah?
Add caption |
Cukuplah Allah saja yang menjadi pemilik cinta kita... Ibrahim pun rela menyembelih buah hatinya yang sangat ia cinta karena cintanya pada Rabbnya. Itu salah satu teladan nyata bukti cinta yang sesungguhnya. Kisah lain mungkin adalah kisah Fatimah putri Rasulullah... Ia mencintai suaminya sebelum ia pantas mencintainya, sebaliknya suaminya (Ali r.a.) jua mencintai Fatimah sebelum ia pantas mencintainya, tapi cinta keduanya tiada terjamah oleh syaitan musuh manusia... Hingga akhirnya Fatimah dan Ali dipersatukan dalam ikatan yang sah dalam pernikahan.
Itulah ragam bahasa kita saudaraku. Di luar sana masih banyak sekali ragam bahasa lain yang bertebaran di sekeliling kita. Semoga kita termasuk orang yang terjaga lisan dan hatinya, sehingga setiap apa yang terucap dari lidah dan bibir kita, serta setiap apa yang terlaksana dalam tindakan kita hanyalah karena amalan ibadah kita kepada Allah.
Wallahu'alam...
Afwan minkum...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar