Selasa, 23 November 2010

Dokter Diana


Menjemput Impian





...

“Teng… tong…” Bel rumahku berbunyi. 

Tersentak kaget, aku yang baru saja selesai Shalat Dhuha langsung menuju pintu depan rumahku. Aku berharap itu adalah pengantar surat yang aku tunggu-tunggu kedatangannya sejak dua bulan yang lalu untuk mengantarkan surat tanda kelulusanku di perguruan tinggi. Surat yang menyatakan aku lulus tanpa tes dan dengan beasiswa selama studi disana. Di kampus kedokteran Universitas Lampung. Dengan sejuta harapan kubuka perlahan daun pintu di hadapanku. 

“Dian…Apa kabar sayang? Udah lama Tante tidak melihat kamu”. Sapa Tante Rina girang saat menatap wajahku. 

”Tante... Alhamdulillah Dian baik-baik saja Tan”. Jawabku dengan penuh penyesalan. 

Serambi masuk ke dalam, kami pun banyak berbincang. Barang-barang Tante Rina dibawa masuk oleh Pak Halim penjaga kebunku yang sudah hampir separuh usianya dia habiskan bersama keluargaku. Aku pun seolah melupakan apa yang aku harapkan sebelum membuka pintu itu tadi saat berbincang dengan Tante Rina. Tapi, dalam hati, aku berserah diri. Semoga Allah memberiku yang terbaik. 

”Umi kamu mana sayang?” Tante Rina bertanya seraya melongok setiap sudut rumah seperti mencari-cari sesuatu. Namun apa yang dicari ternyata tidak ada. Mungkin Tante sudah sangat rindu pada Umi karena hampir dua tahun mereka tidak bertemu. Sampai-sampai tante tidak melirik aku lagi yang sejak tadi ada di sebelahnya. 

”Umi lagi pergi tante”. Tampak wajah tante yang semula cerah sekilas jadi layu mendengar kata-kataku. ”Tadi katanya Umi mau nganterin sedikit cemil-cemilan ke masjid buat yang lagi gotong royong benerin masjid. Abi juga disana. Udah dari pagi Tan. Mungkin bentar lagi udah sampe rumah. Umi pasti nggak lama”. 

”Oh... begitu. Ya sudah. Nggak apa-apa. Tante senang dengernya”. Jawab tanteku dengan sedikit melebarkan sudut bibirnya. 

”Assalamu’alaikum”. Din...” 

”Ah... itu Umi datang Tante”. Teriakku dengan girangnya. 

Sejurus kemudian aku dan tante sudah di depan pintu dan membukanya. Benar itu Umi. Tanpa berkata-kata tante dan Umi berpelukan melepas rindu mereka yang telah lama terpendam. Dari ujung mata Umi kulihat aliran air mata laksana air terjun yang menderu begitu derasnya. 

”Aisyah... maafkan aku yang tidak pernah menghiraukanmua selama ini”. Ujar tante. 

”Sudah, ayo masuk. Yang penting kamu baik-baik aja toh Rin. Kita ini saudara. Jadi nggak pake maaf-maafan juga pasti udah dimaafin. Mas Imam juga udah maafin kok”. Kamu panjang umur loh Dik. Baru kemarin mas Imam nasehatin aku buat hubungin kamu”. Jelas Umi. 

”O iya Din...” Sapaan mesra Abi dan Umi padaku. 

”Tadi ada pak pos nganterin ini. Katanya buat kamu. Maaf tadi Umi nggak sempat masuk lagi buat ngasihin ke kamu”. 

Bagaikan guntur yang menyambar ke ubun-ubunku. Perasaanku tak dapat aku kuasai. Berjuta perasaan bercampur di hatiku. Apa yang akan aku dapat?. Keberhasilan atau kegagalankah?. Dengan gugup aku buka selembar amplop dari Umi. 

”Aaah.... Umi... aku diterima di Kedokteran...” Aku berteriak girang dan memeluk Umi dan Tante. 

Penantian yang selama ini membuat aku linglung siang dan malam. Akhirnya aku gapai separuh harapan yang terpendam jauh di dalam hati sana. Sujud dan istighfar tak lupa mendampingi derai tangis bahagiaku. 

*** 

Dua minggu berlalu. Tante Rina sudah kembali ke Jakarta tiga hari sebelumnya. Hari ini aku akan ke Unila. Aku akan menjemput separuh lagi harapanku disana. Aku berjanji akan berjuang dengan sepenuh hati. Aku tidak mau mengecewakan Abi dan Umi. Mereka telah berjuang mendidik aku dengan semangat mereka. Saatnya aku tunjukkan aku adalah kebanggan mereka. 

Pagi-pagi, sebelum berangkat, aku disuguhi sarapan oleh Umi. Nasi putih pulen wangi pandan, telor rebus dan sambal kesukaanku, bayam rebus, dan segelas susu. Bersama adik-adikku, Nadhira dan Yusuf, aku melahap semuanya dengan penuh perasaan bahagia. Cita-cita yang sudah di depan mata, keluarga yang bahagia, hidupku yang berkecukupan, dan hari-hari yang cerah menemaniku. 

Selepas sarapan, aku berpamitan pada Umi. Kalo Abi, belum pulang. Biasanya Abi masih di masjid sepagi ini. Jam sembilan setelah Shalat Dhuha baru Abi pulang. Aku akan menemui Abi sebelum pergi. Kebetulan masjidnya akan aku lewati nanti. 

”Assalamu’alaikum. Dian pergi ya Mi”. 

Aku pun berlalu dari hadapan Umi. Senyum manisnya mengiringi langkahku. Menambah semangat dan kebahagiaanku. Perlahan, akhirnya aku tiba di gerbang masjid At Taqwa tempat dimana Abi biasanya bertafakur menghadap Allah. Saat melangkah masuk halaman masjid, aku dikagetkan oleh seekor ular yang tiba-tiba melintas di depanku. Spontan aku panggil Umi. Sejurus kemudian Abi sudah ada di depanku. 

”Din, kenapa sayang?” Abi memelukku yang ketakutan. 

”Ular Bi... Dian takut”. Aku meringis. 

Abi menenangkan aku. Dalam pelukkan hangat Abi, rasa takutku hilang. Kuangkat kepalaku dan kulihat wajah bersih Abi dengan beberapa baris tipis rambut di dagunya. ”Wajah yang manis bercahaya”. Syukurku dalam hati. Tiba-tiba, kagumku pada Abi buyar. Pak Halim telah ada di sebelahku. Dengan terengah-engah Pak Halim menyampaikan maksud kedatangannya. 

”Mas, neng Aisyah... ayo segera pulang”. Ajak Pak Halim. 

Abi berjalan lebih dulu dengan tergesa-gesa. Aku dirangkul dan berjalan bersama pak Halim. Aku tak dapat berkata apa-apa. Perasaan takutku kembali. Pak Halim berujar padaku,”Neng, sing sabar ya... Sabar...” 

Kulihat air matanya berlinangan. Aku tak tahu apa maksudnya. Aku hanya diam dan menunggu saat tiba di rumah. 

Abi menyambutku di depan pintu. Dari wajahnya tampak kesedihan yang ditahan. 

”Sayang,... kamu yang sabar ya... Umi kamu telah tiada. Umi telah dijemput oleh pemilik jiwa raganya”. 

Air mataku tak mampu aku bendung lagi. Semua pikiran tentang cita-citaku hilang entah kemana. Yang ada hanya Umi. Bayang-bayang Umi berkelibat di pikiranku. Aku tak dapat melihat senyumnya lagi. ”Umi,... Umi... Umi...”, hanya itu yang bisa keluar dari bibirku. Umi telah tiada. 

*** 

Tiga minggu sudah kami hidup tanpa Umi. Keceriaan serasa tidak lengkap. Abi jadi lebih akrab di rumah menemani aku dan adik-adikku. Jam kerja pun Abi kurangi demi menemani kami. Aku tak jarang mengajari adik-adikku,”Dik, itu Abi. Sosok teladan masa kini”. Adik-adikku biasanya hanya tersenyum. Entah mengerti atau tidak. Tapi yang jelas mereka bahagia mendengar kata-kataku. 

Kebiasaan rutin mengaji setelah maghrib kini diambil alih oleh Abi. Aku pun semakin kagum padanya. Dalam doa, aku selalu memanjatkan doa,”semoga Allah memberikan pendamping yang terbaik bagiku kelak”. 

Sore itu, setelah mengaji, Abi mengajakku berbincang. 

”Neng,... Abi sedih melihat kamu. Tanpa Umi kamu seperti tak ada harapan. Kamu berubah sayang. Abi tidak melihat semangat tarbiyah kamu yang dulu membuat Abi bangga. Sekarang kamu lebih banyak diam. Menangis saat tahajud. Itu memang baik untuk mengharapkan akhiratmu. Tapi jangan kamu lepas duniamu. Gapailah citamu untuk meningkatkan amalanmu pada Yang Mahakuasa. Berjuanglah. Abi di sampingmu”. 

Air mataku bercucuran mendengar kata-kata Abi. ”Abi, Dian takut tak bisa menjaga adik-adik. Apalagi kalau Abi kerja. Mereka belum banyak mengerti apa-apa”. 

”Nak, Abi sanggup membimbing adik-adikmu. Pak Halim bahkan rela pulang larut malam karena menemani Yusuf. Itu adalah pengorbanan yang tidak boleh kamu abaikan. Masih banyak orang-orang di samping kamu Nak”. 

Kata-kata Abi tak ayal membuatku bangkit. Semangat yang dulu pudar, kini terlecut dan makin menjadi. Aku bertekad melanjutkan harapanku untuk kuliah di kedokteran. 

*** 

Tepat jam tiga pagi aku terbangun. Mataku sembab. Semalam aku menangis lagi mengenang kata-kata Abi. Setelah Shalat Tahajud, aku memikirkan nasehat Abi. ”Abi benar. Aku tidak boleh kalah. Ini hanya ujian kecil bagi keluargaku. Aku yakin bisa menghadapi ini semua. Cita-cita, harapan, dan impian adalah jalan terbaik untukku dalam memperjuangkan kebahagiaan”. 

Akhirnya, aku pun kuliah di Kedokteran Unila. Hari-hari kulalui dengan semangat menggebu. Setiap pelajaran dan ujian menempaku menjadi mahasiswi yang bertanggung jawab dan mengerti sepenuhnya apa yang dosen ajarkan. Teman-teman semuanya akrab padaku. Kuliah dan organisasi kujalani searah. Menjadi delegasi ke tingkat nasional dan internasional pun pernah aku jalani. Kiprahku mengawan bersama harapanku. Kesulitan bisa dibilang nihil. Beasiswa aku dapatkan. ”Ini pasti meringankan beban Abi”, pikirku. Adik-adikku juga menjadi siswa dan siswi berprestasi. Semua berjalan dengan baik. Seolah telah digariskan sebuah perjalanan bagiku dan keluargaku. Kebahagiaan dan kemudahan. 

Sekarang aku tengah berdiri di depan semua orang. Menunggu saat-saat kelulusan dari Kampus Hijau untuk menuju gelar Dokter yang selama ini kuimpikan. 

”Lulusan terbaik tahun ini jatuh kepada..... Dokter Diana Nur Amalia mahasiswi Fakultas Kedokteran Unila dengan predikat Cumlaude”. Namaku dipanggil ke depan. Dengan cucuran air mata aku melangkah ke atas podium. Sorak sorai hadirin membanjiri ruang wisuda. Kusempatkan menoleh ke B5 tempat dimana abi dan adik-adikku menyaksikan keberhasilanku. 

”Aku lulus. Terima kasih ya Rabb. Terima kasih Abi. Terima kasih semuanya”. Ujarku dalam hati. ”Allahu Akbar!”.

Kini saatnya aku jalani saat-saat pengabdianku...

Diana Nur Amalia, dr. 



Oleh: 


Hajri Yansyah (Ibnu Hajar)

Kadin Infokom BEM Fakultas Kedokteran Unila 2008/2009
Kadiv Eksterna Badan Pers Nasional ISMKI 2008-2009
Gubernur BEM Fakultas Kedokteran Universitas Lampung 2008/2009
Wakil Presiden BEM U KBM Unila 2009/2010
Koordinator Humas dan Media Puskomnas FSLDKI 2010/2012


Minggu, 21 November 2010

Lebaran Haji Udah Lewat

Assalamu'alaikumussalam Wr Wb...

Walau sudah berlalu beberapa hari yang lalu, tapi untuk sebuah kata "MAAF" maka tiada kata terlambat untuk menyampaikannya. Memohon maaf tidaklah akan membuat hina, tapi semoga dapat mempererat tali jalinan ukhuwah...

Selamat Hari Raya Idul Adha 1431 H.
Mohon maaf lahir dan batin

Semoga keteladanan yang dicontohkan oleh keluarga Ibrahim a.s. dapat memacu kita untuk meneladaninya dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana tegarnya Ibrahim akan kehilangan anak yang sangat disayang, tabah dan ikhlasnya Ismail menerima ketetapan Allah, dan sabarnya Siti Hajar menerima segala ketetapan Allah...

Wallahu'alam

Allaahu Akbar...
Allaahu Akbar...
Allaahu Akbar...

Laailaahaillallaahu Wallaahu Akbar

Allaahu Akbar...
Walillaahilhamd...

Tausiyah...

Bismillahirrohmaanirrohiimi...
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Alhamdulillahirrobbil’alamin... Puja dan puji syukur marilah senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, Robb semesta alam, yang selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya tanpa henti kepada setiap umatNya. Dari awal kehidupan di masa silam, sampai tiba waktunya kita bernafas dengan lega, dan bahkan sampai akhir zaman kelak. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang pandai mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah berikan tersebut, sehingga tiada pernah akan dicabut kenikmatan itu dari kehidupan kita, sesuai dengan kadar yang terbaik bagi kita selama di dunia ini.

Sholawat dan salam kita haturkan selalu kepada kekasih Allah, orang yang telah tiada, namun selalu dirindukan oleh setiap jiwa, oleh setiap ruh yang mengharapkan keridhoan Ilahi, nabiyyullah Muhammad Saw. Dia teladan sepanjang masa yang tidak akan pernah tergantikan. Yang memberikan kita petunjuk untuk bekal selama mengarungi samudra kehidupan. Yang selalu di hati setiap insan. Dan semoga kita dapat selalu menghiasi hati kita dengan kerinduan padanya sehingga syafaatnya kita dapatkan di yaumil akhir kelak.

Ikhwatifillah yang insya Allah selalu dirahmati oleh Allah SWT... Tak bosan kita untuk selalu saling mengingatkan dan saling menjaga keimanan kita dan saudara-saudara seiman, sehingga kita tidak jauh dari keridhoan Ilahi. Tidak keluar dari apa yang telah digariskan oleh Allah bagi kita di dunia ini, dan keselamatan menaungi di penghujung hayat kita nanti. Terlebih dengan keberadaan dan perjuangan yang kita lakukan disini. Begitu banyak rintangan yang harus kita hadapi. Itu semua membutuhkan kerja keras yang tidak sedikit. Bisa jadi kita bermalas-malasan dan terlena pada satu kewajiban sehingga melalaikan kewajiban yang lain. Perkuliahan menjadi satu tujuan utama yang tak pernah lepas dari keseharian. Tapi kita lupa bahwa apa sebenarnya yang kita harapkan. Sadarilah sahabat-sahabatku. Kita disini adalah dalam rangka mengejar keridhoan Allah. Karena itu dalam aktivitas kita hendaklah Ia menjadi bagian terpenting dalam mengarungi kehidupan. Jangan sampai kewajiban padaNya menjadi ternomorduakan, hanya sebatas menghilangkan kewajiban. Dunia lebih kita kejar dari pada akhirat yang jelas-jelas sudah menanti di depan mata kita. Teringat akan sebaris kata dalam surat cinta yang Allah tuliskan dalam kitabNya. Dalam Surat At Taubah ayat 41 yang artinya:

“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan ataupun berat dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Q.S. At Taubah 9 : 41).

Mungkin lelah kita menjalani bahtera kehidupan ini. Mungkin kita takut akan kegagalan yang datang menghampiri jika fokus utama kita bukan pada perkuliahan. Jangankan ibadah sunah, ibadah wajib pun seadanya saja yang kita kerjakan. Kita lupa pada ayat Allah di atas. Kita disuruh, kita diperintahkan untuk berangkat di jalan Allah baik dengan rasa ringan maupun dalam keadaan berat (susah). Jangankan harta, jiwa dan raga pun kita peruntukkan bagi jihad di jalan Allah. Itulah yang lebih baik bagi kita.

Memang belajar adalah bagian dari ibadah yang kita kerjakan. Tapi coba kita tanya pada hati nurani kita masing-masing, “Apakah iya belajar yang kita lakukan selama ini sudah kita niatkan hanya untuk beribadah kepada Allah semata, hanya untuk mengharap keridhoan Allah saja?”. Jujurlah kita pada diri kita sendiri. Sampai kewajiban kita kepada saudara kita sendiri mungkin kita lupakan. Malah kita saling menjatuhkan. Inilah potret nyata kehidupan masa kini. Tidak di rumah, tidak di sekolah, tidak di kampus, tidak di masyarakat, bahkan di negara ini fenomena perang persaudaraan ditampakkan. Kita lupa. Kita lalai. Kita jauh dari memiliki rasa kebersamaan. Enggan untuk saling mengajak kepada amar ma’ruf nahi munkar. Padahal, kita tidak tahu apa yang akan kita dapatkan di esok hari.

Saudaraku... dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa hak seorang muslim dari muslim yang lain itu ada enam. Apa keenam hak tersebut?. Enam hak tersebut adalah:

1.     Apabila berjumpa maka ucapkanlah salam
2.     Apabila diundang maka penuhilah undangannya
3.     Apabila meminta nasehat berilah ia nasehat
4.     Apabila dia bersin dan mengucapkan Alhamdulillaah maka sambutlah dengan ucapan Yarhaamukallaah
5.     Apabila dia sakit maka jenguklah, dan terakhir
6.     Apabila dia meninggal dunia maka antarkanlah jenazahnya ke kubur

Adakah kita telah penuhi hak-hak saudara kita tersebut?

Ikhwatifillah rahimakumullah...
Dari setiap jengkal tanah yang kita lalui, semoga selalu menjadi saksi atas pengorbanan kita di jalan Allah ini. Mari kita saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran, serta saling menasehati dalam menjauhi kebathilan. Saling menjaga dan mengajak ber-fastabiqul khairat. Ingatlah, sebaik-baik dari kita adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Mari kita berikan dan kita tunaikan hak-hak saudara kita yang belum sempat tertunai selama ini. Kita berjalan berdampingan, saling memegangi erat tangan, dengan senyum merekah, sehingga suatu saat kelak saat kita telah dipisahkan oleh bahtera lain kehidupan, kita akan ingat saat-saat indah bersama. Dimana pahit dan manis kehidupan menjadi dua bagian tak terpisahkan, namun keindahan dalam kebersamaan tak dapat tertutupi olehnya.

Wallahu’alam...


Kamis, 04 November 2010

Renungan

Dikutip dari sebuah lagu...

 Selalu kusesali dosa...
Dan selalu kuulang kembali...
Dan Kau masih memberikebahagiaan...
Ku bukan hamba pilihan...

Allah berfirman...
Wahai manusia...
Aku heran pada orang yang yakin akan kematian, tapi ia hidup bersuka ria. Aku heran pada orang yang yakin akan pertanggungjawaban segala amal perbuatan di akhirat, tapi ia asyik mengumpulkan dan menumpuk harta benda. Aku heran pada orang yang yakin akan kubur, tapi ia tertawa terbahak-bahak. Aku heran pada orang yang yakin akan adanya alam akhirat, tapi ia menjalani kehidupan dengan bersantai-santai. Aku heran pada orang yang yakin akan kehancuran dunia, tapi ia menggandrunginya. Aku heran pada intelektual yang bodoh dalam soal moral. Aku heran pada orang yang bersuci dengan air, sementara hatinya masih tetap kotor. Aku heran pada orang yang sibuk mencari cacat dan aib orang lain, sementara ia tidak sadar sama sekali terhadap cacat yang ada pada dirinya sendiri. Aku heran pada orang yang yakin bahwa Allah senantiasa mengawasi segala perilakunya, tapi ia berbuat durjana. Aku heran pada orang yang sadar akan kematiannya, kemudian akan tinggal di alam kubur seorang, diri lalu dimintai pertanggungjawaban seluruh amal amal perbuatannya, tapi ia berharap belas kasih dari orang lain. Sungguh tiada Tuhan kecuali Aku dan Muhammad adalah hamba dan utusanKu.

Allah berfirman...
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Aku, tiada sekutu bagiKu, dan Muhammad adalah hamba dan utusanKu. Barang siapa tidak mau menerima suratan nasib yang telah Aku putuskan, tidak bersabar atas segala cobaan yang Aku berikan, tidak mau berterima kasih atas segala nikmat yang Aku curahkan, dan tidak mau menerima apa adanya atas segala yang Aku berikan, maka sembahlah Tuhan selain Aku. Barang siapa yang susah karena urusan dunia, sama saja ia marah kepadaKu. Barang siapa mengadukan musibah yang menimpa dirinya pada orang, ia sungguh-sungguh berkeluh kesah kepadaKu. Barang siapa tidak bertambah tingkat penghayatan keagamaannya, sungguh ia dalam keadaan selalu berkurang. Barang siapa yang terus-menerus dalam keadaan berkurang, kematian adalah jauh lebih baik baginya.

Selalu kusesali dosa...
Dan selalu kuulang kembali...
Dan Kau masih memberikebahagiaan...
Ku bukan hamba pilihan...

Allah berfirman...
Wahai manusia...
Terimalah anugerah yang Kuberikan dengan lapang dada, maka engkau tidak akan berharap pada pemberian orang lain. Tinggalkanlah rasa dengki, maka engkau akan terhindar dari kegelisahan hidup. Hindari perbuatan haram, maka engkau aman dari kerancuan dalam beragama. Barang siapa mampu menjaga diri dari membicarakan kejelekan orang lain, maka kecintaanKu akan Kuanugerahkan kepadanya. Barang siapa mengisolasikan diri dari kerumunan orang, maka ia terhindar dari pengaruh jeleknya. Barang siapa mampu membatasi diri dari berbicara yang tidak ada gunanya, itu menandakan kematangan akalnya. Barang siapa menerima dengan lapang dada atas pemberian Allah yang sedikit, maka ia penuh percaya pada Allah.

Allah berfirman...
Wahai manusia...
Barang siapa berduka karena persoalan dunia, maka ia hanya akan kian jauh dari Allah, kian nestapa di dunia, dan semakin menderita di akhirat. Allah akan menjadikan hati orang tersebut dirundung duka selamanya, kebingungan yang tak berakhir, kepapahan yang berlarut-larut, dan angan-angan yang selalu mengusik ketenangan hidupnya.

Wahai manusia...
Hari demi hari usiamu kian berkurang, sementara engkau tidak pernah menyadarinya. Setiap hari Aku mendatangkan rizki kepadamu, sementara engkau tak pernah memujiKu. Dengan pemberian yang sedikit engkau tidak pernah mau lapang dada, dengan pemberian yang banyak engkau tidak juga pernah merasa kenyang.

Wahai manusia...
Setiap hari Aku mendatangkan rizki untukmu, sementara setiap malam malaikat datang kepadaKu dengan membawa catatan perbuatan jelekmu. Engkau makan dengan lahap rizkiKu, namun kau taksegan-segan pula berbuat durjana kepadaKu. Aku kabulkan jika engkau memohon kepadaKu, kebaikanKu tak putus-putus mengalir untukmu, namun sebaliknya catatan kejelekkanmu sampai kepadaKu tiada henti. Akulah pelindung terbaik untukmu, sementara engkau hamba terjelek bagiKu. Kau raup segala apa yang Kuberikan untukmu, Kututupi kejelekkan demi kejelekkan yang kau perbuat secara terang-terangan. Aku sungguh-sungguh malu kepadamu, sementara engkau sedikit pun tak pernah merasa malu kepadaKu. Engkau melupakan diriku dan mengingat yang lain. Kepada manusia engkau merasa takut, sedangkan kepadaKu engkau merasa aman-aman saja. Pada manusia engkau takut dimarahi, tetapi pada murkaKu engkau tak peduli.

                                                                                                           n_n

                                                                                               ___***000***___

Sebuah renungan dalam sebuah lagu yang kerap terjadi pada diri ini. Dalam setiap detik waktu yang berlalu selalu ada saja yang terselip mengotori diri yang memang hina ini. Lalu kapan akan sadar wahai diri?... Tidakkah kau takut waktumu tiba sekarang? Kau tau waktumu tinggal sedikit, tapi kau selalu masih berleha-leha dalam kantuk yang kau pejam berlarut-larut. Kau lena dalam buai nikmat yang kau kira akan kau dapat selamanya di bumi Allah ini.

Astaghfirullaahal'adzhiim...
Waktu yang berlalu telah begitu banyaknya. Tak dapat kuhitung lagi. Sedikit saja kadang mengenang waktu yang berlalu, maka tak sedikit bulir-bulir yang dikata mampu memadamkan api neraka itu berjatuhan. Semakin deras kala sadar diri ini akan begitu banyak dosa yang telah dilakukan. Ingin terkadang meminta agar Ia segera memanggil, agar tidak banyak lagi yang merperburuk keadaan diri. Tapi... lagi-lagi tidak ada keyakinan akan diri ini telah bebas dari dosa.

Apalagi hati ini yang cenderung pada manusia. Padahal, tidak sedikit tuntunan telah mengisyaratkan, bahkan diri ini sering mengingatkan orang agar tidak cenderung pada manusia. Diri ini tau, tapi tak melaksanakannya. Cinta itu hanya untukNya wahai diri... Tiada yang lebih pantas untuk dicinta selain Sang Pemilik Cinta. Dan jika hendak mencinta, maka dasarnya adalah cinta karena Dia saja. Tapi apa yang dilakukan hati ini? Ampuni hamba ya Allah. Khilaf... Khilaf... Hanya itu yang bisa terucap, tapi esok lusa kembali dilakukan lagi.

Kisah hidup yang panjang ini ternyata belum mampu membalut hatiku dengan hijab yang sempurna. Jangankan menghijab hati ini, kadang jasad ini pun masih enggan menyempurnakan hijabnya. Maka apakah dengan begini Allah akan memaklumi? Siapa yang menegurmu wahai diri, selain TuhanMu saja. Tidak dengan kesedihan dan kesengsaraan saja Ia mengingatkanmu, tapi juga dengan kesenangan dan keterlenaan. Engkau asyik berkirim pesan dengan orang agar tak ketahuan ikhtilat dilakukan. Media pun memberikan jalan yang terbaik sehingga jalurnya aman. Setiap hari selalu terselip kata yang mengingatkanmu akan dia yang membuat nyaman dan tentram. Dia yang memberikan kesejukan dengan kata-katanya yang lembut dan perhatian yang meluluhkan. Hatimu pun akhirnya luluh mengikuti jerat setan. Tidakkah kau sadari semua itu? Bahkan, tak sadar pergaulanmu telah jauh dari batasan-batasan. Memandang wanita dengan leluasa, berbicara dengan gamblangnya tanpa hijab dan rasa malu. Dimana wajahmu akan kau taruh? Tidakkah malu pada Tuhanmu?

Astaghfirullah...
Astaghfirullah...
Cuma itu yang bisa kau ucap???

Allah, ampuni hamba...
Ampuni hamba...
Tak tau harus berkata apa lagi untuk menutupi malu ini padaMu...
Bimbinglah aku ya Allah untuk tetap berada di jalanMu. Berikanlah selalu petunjukMu.
Allahumma arinal haqqa haqqawarzuqnattiba'ah
Wa arinal bathila bathilawarzuqnajtinabah...
Amiin...



Rabu, 03 November 2010

CIRI PEMIMPIN YANG TIDAK AMANAH DAN URGENSI KEPEMIMPINAN YANG ADIL

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Bismillaahirrohmaanirrohiimi...


وعن   جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال بينما النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم في مجلس يحدث القوم جاءه أعرابي فقال: متى الساعة؟ فمضى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يحدث، فقال بعض القوم سمع ما قال فكره ما قال، وقال بعضهم بل لم يسمع، حتى إذا قضى حديثه قال: <أين السائل عن الساعة؟> قال: ها أنا يا رَسُول اللَّهِ، قال: <إذا ضُيِّعت الأمانة فانتظر الساعة> قال: كيف إضاعتها؟ قال: <إذا وسِّد الأمر إلى غير أهله فانتظر الساعة> رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Dan dari Jabir ra. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata :Kapan terjadi Kiamat ? » Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata : » Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya « . Berkata sebagian yang lain : » Rasul saw. tidak mendengar”. Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya:” Mana yang bertanya tentang Kiamat ?” Berkata orang Badui itu:” Saya wahai Rasulullah saw. “. Rasul saw. berkata:” Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat”. Bertanya:” Bagaimana menyia-nyiakannya?”. Rasul saw. menjawab:” Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari)


Hadits ini sebuah peringatan dari Rasul saw. agar amanah itu diberikan kepada ahlinya. Dan puncak amanah adalah amanah dalam kepemimpinan umat. Jika pemimpin umat tidak amanah berarti kita tinggal menunggu kiamat atau kehancuran..

Wahai Ikhwan dan Akhawat yang dirahmati Allah !

Ciri-Ciri  Pemimpin yang tidak amanah, adalah sbb :
Pertama, pemimpin yang tidak memenuhi syarat keahlian, yaitu sebagaimana syarat pemimpin yang disepakati ulama Islam, adalah : Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah),  merdeka atau bukan budak dan sehat indra dan anggota badannya. Pemimpin yang tidak memiliki  syarat keahlian pasti tidak amanah. Misalnya, seorang yang tidak sehat indra dan anggota badannya dan menjadi pemimpin sebuah negara atau bangsa. Ia bisa dipastikan tidak mampu menjalankan amanahnya karena faktor kesehatannya, kemudian dia juga tidak mampu melakukan tugas-tugas yang berat karena cacat sehingga akhirnya lebih banyak berbuat untuk dirinya sendiri daripada untuk rakyatnya.

Begitu pula dengan syarat berakal, karena bila seorang pemimpin bodoh, tidak berakal, dan tidak mampu memimpin pasti orang itu juga tidak amanah, karena dia tidak mengerti apa yang seharusnya dikatakan dan diperbuat. Dan sangat mungkin ia akan diperalat oleh orang dekatnya atau kelompoknya.

Kewajiban kita wahai saudaraku, ialah memunculkan pemimpin bangsa dengan berpedoman pada syarat-syarat yang dituntut dalam Islam. Jika tidak maka kita semua berdosa, bahkan dosa besar. Kita semua harus berjihad untuk mewujudkan hal itu.. Bahkan Rasulullah saw. menyebutkan jihad yang paling utama adalah melakukan amar ma’ruf wa nahi munkar jika ada pemimpin yang tidak sesuai dengan syarat dalam Islam beliau bersabda:” “Seutama-utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zhalim”(HR Ibnu Majah, Ahmad,  At-Tabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai). Hadits yang lain:”Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdil Muthallib dan seorang yang bangkit menuju imam yang zhalim,  memerintahkan  dan melarang sesuatu lalu ia dibunuh”(HR Al-Hakim)

Wahai Ikhwan dan Akhawat yang dirahmati Allah !

Ciri kedua pemimpin yang tidak amanah adalah mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Jika pemimpin yang amanah melaksanakan segala kepemimpinannya untuk semua rakyat dan bangsanya, maka pemimpin yang tidak amanah melakukannya hanya untuk diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Ia tidak menegakkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Ia juga tidak mengembangkan kekayaan negeri untuk kepentingan rakyatnya, tetapi untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya saja, bahkan bila perlu dengan mengorbankan rakyat dan negaranya. Na’udzu billah min dzalika.

Ciri ketiga adalah berlaku zhalim. Pemimpin yang tidak amanah bersifat zhalim. Dia melaksanakan kepemimpinan itu bukan untuk melaksanakan amanah, melainkan  untuk berkuasa dan memiliki segala kekayaan negeri sehingga dapat berbuat zhalim kepada rakyatnya. Yang dipikirkan adalah kekuasaannya dan fasilitas dari kekuasaan itu, tidak peduli rakyat menderita dan sengsara bahkan tidak peduli tumpahnya darah rakyat karena kezhalimannya.

Rasulullah saw bersabda:

إنها ستكون عليكم أمراء من بعدي يعظون بالحكمة على منابر فإذا نزلوا اختلست منهم وقلوبهم أنتن من الجيف فمن صدقهم بكذبهم وأعانهم على ظلمهم فليس مني ولست منه ولا يرد علي الحوض ومن لم يصدقهم بكذبهم ولم يعنهم على ظلمهم فهو مني وأنا منه وسيرد علي الحوض

“Sesungguhnya akan datang di tengah-tengah kalian para pemimpin sesudahku, mereka menasihati orang di forum-forum dengan penuh hikmah, tetapi jika mereka turun dari mimbar mereka berlaku culas, hati mereka lebih busuk daripada bangkai. Barangsiapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kesewenang-wenangan mereka, maka aku bukan lagi golongan mereka dan mereka bukan golonganku dan tidak akan dapat masuk telagaku. Barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kesewenang-wenangan mereka maka ia adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku.” (HR. At-Thabrani)

Wahai Ikhwan dan Akhawat yang dirahmati Allah !

Ciri keempat adalah menyesatkan umat. Pemimpin yang tidak amanah akan melakukan apa saja untuk menyesatkan umat. Misalnya, dengan kekayaannya yang diperoleh secara zhalim membeli media masa untuk menjadi ‘corongnya’. Pemimpin  seperti ini adalah pemimpin yang berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari Dajjaal –laknatullah-. Rasul saw bersabda:” “Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku; yaitu para pemimpin yang sesat” (HR Ahmad).

Ciri kelima adalah membuat dan rusak dan hancur seluruh tatanan sosial masyarakat. Pemimpin yang tidak amanah akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran. Salah satu bentuknya adalah menjadi dominannya seluruh bentuk kemaksiatan, seperti kemusyrikan, sihir dan perdukunan, zina dan pornografi, minuman keras dan Narkoba, pencurian dan korupsi, pembunuhan dan kekerasan, dll.

Rasulullah saw. bersabda:
يخرج في آخر الزمان رجال يختلون الدنيا بالدين يلبسون للناس جلود الضأن من اللين ألسنتهم أحلى من العسل وقلوبهم قلوب الذئاب يقول الله: أبي يغترون أم علي يجترئون فبي حلفت لأبعثن على أولئك منهم فتنة تدع الحليم منهم حيران.
“Akan muncul di akhir zaman lelaki yang memanipulasi agama untuk kepentingan dunia, mengenakan pakaian yang halus-halus, lidah mereka lebih manis daripada madu tetapi mereka berhati serigala. Allah berfirman:” Apakah kepada-Ku mereka sombong atau, kepada-Ku mereka berani. Atas nama-Ku mereka bersumpah. Maka akan ditimpakan kepada mereka fitnah, yang membuat orang-orang pandai jadi kebingungan” (HR. Tirmidzi)

Wahai Ikhwan dan Akhawat yang dirahmati Allah !

Dengan demikian kita harus memunculkan pemimpin yang adil, yaitu pemimpin yang senantiasa menegakkan keadilan dan berbuat untuk kemaslahatan rakyatnya di dunia dan di akhirat.  Kita harus berjihad untuk sebuah proses lahirnya pemimpin yang adil. Kita harus menyiapkan ibu-ibu yang akan mencetak pemimpin yang adil. Kita juga harus menyiapkan sarana untuk terciptanya pemimpin yang adil, Dan akhirnya kita harus berdakwah, beramar ma’ruf nahi munkar agar mendapatkan pemimpin yang adil.

“Dan kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinan itu”. Umar bin Khattab ra berkata: Jika ada seekor keledai yang jatuh di Irak, maka aku akan ditanya di hadapan Allah Ta’ala, kenapa engkau tidak memperbaiki jalan itu”

Do’a kita adalah do’a yang diabadikan dalam Al-Qur’an:
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.

Rasulullah saw, bersabda:
Ada tujuh kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah di hari yang tiada perlindungan, kecuali perlindungan Nya: Imam yang adil….(Muttafaqun ‘alaihi)


"يوم من إمام عادل أفضل من عبادة ستين سنة، وحد يقام في الأرض بحقه أزكى فيها من مطر أربعين عاماً".
 “Sehari bersama imam yang adil lebih baik dari ibadah seorang lelaki selama 60 tahun. Dan hukum hudud yang ditegakkan di muka bumi dengan benar lebih bersih dari hujan yang turun selama 40 tahun” (HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi)

ثلاثة لا ترد دعوتهم: الإمام العادل، والصائم حين يفطر، ودعوة المظلوم
Tiga kelompok yang tidak ditolak do’anya: Imam adil, orang yang berpauasa sampai berbuka dan do’a orang yang tertindas” (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)



أحب الناس إلى اللّه وأقربهم منه مجلساً يوم القيامة: إمام عادل، وأبغض الناس إلى اللّه يوم القيامة، وأشدهم عذاباً: إمام جائر
“Manusia yang paling dicintai Allah dan yang paling dekat kedudukannya di hari kiamat adalah imam yang adil. Dan manusia yang paling dibenci Allah dan paling keras adzabnya adalah imam yang zhalim” (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan al-Baihaqi)


(Dari sebuah catatan yang terasingkan...)



Jiwa-jiwa Pengabdi


Merekalah jiwajiwa pengabdi

Yang harumnya telah mengisi hari-hari
Yang tangisnya kian nian menyayat hati

Yang lelah telah tunduk karena azzamnya
Yang syetan telah lari karena ikhlasnya

Yang malam gembira karena berdekatan
Yang siang merana karena ditinggalkan

Yang penglihatan telah berganti air mata
Yang pipi telah berganti beranak sungai

Yang ruku’ telah jadi hiasan
Yang sujud telah jadi kehidupan

Yang hakekat kehidupan
Dan kesadaran jiwa
Telah mereka fahami

Merekalah jiwa-jiwa pengabdi
Allah Rabbul ’Izzati